Sabtu, 13 Juni 2020

Taat Melakukan Kehendak Bapa
(Matius 7:21-29)
Kota Surabaya baru-baru ini dilabeli warna hitam dalam peta sebaran
covid-19 di Jawa Timur. Tetapi bila dilihat dengan lebih teliti, maka warna pada
peta sebaran Covid-19 di Surabaya bukanlah hitam, namun merah tua. Ketika
warnanya semakin merah tua, hal ini berarti tingkat penyebaran covid-19 kian
rawan. Kondisi penyebaran virus corona di Surabaya, apabila menilik dari
indikator tersebut sudah sangat serius. Di saat daerah lain mulai
mempersiapkan pelonggaran PSBB dan menyambut new normal, Surabaya
harus semakin “menjaga” diri agar tidak menjadi seperti kota Wuhan.
Kejadian di Surabaya ini bisa menjadi peringatan bagi kita semua agar
semakin berhati-hati dan tidak sembrono dalam menyambut new normal.
Masyarakat hendaknya tetap memperhatikan protokol kesehatan, bukan
malah merasa diberi kebebasan yang ujung-ujungnya malah menciptakan
gelombang kedua dari pandemi covid-19. Dibutuhkan sikap taat dari semua
pihak agar bisa menekan penyebaran covid-19.
Ya, sebuah ketaatan akan terasa mahal harganya saat ini. Ketaatan
bukan hanya dalam perkataan saja, tetapi harus dilakukan dalam sikap hidup.
Sama seperti ayat yang kita baca saat ini yang merupakan kesimpulan dari
khotbah di bukit yang panjang dan sangat luar biasa. Tujuan dari kesimpulan
ini adalah untuk menunjukkan pentingnya ketaatan terhadap perintah￾perintah Kristus. Pengajaran yang hendak ditanamkan Tuhan Yesus terdiri dari
kuasa, bukan dari perkataan saja Dengan sebuah pernyataan sederhana, Ia
menunjukkan bahwa mengaku-ngaku diri beragama saja, sehebat apa pun juga
itu, tidak akan membawa kita ke sorga, kecuali disertai dengan perilaku yang
sesuai (ay. 21-23). Amin.
Kita harus mengambil keputusan untuk taat kepada kehendak Allah,
lalu melaksanakannya dengan perbuatan.

Kamis, 21 Maret 2019

Filial

Membangun persahab.

"A good friend knows all your best stories, but a best friend has lived them with you."


pexel.com

Diakui atau tidak, sebagai mahkluk sosial, manusia membutuhkan orang lain. Secara khusus, kita membutuhkan sahabat dalm hidup. Anugerah bagi umat manusia adalah persahabatan. Dimana persahabatan bisa dialami dan dimiliki setiap orang tanpa dibatasi oleh umur mereka. Anak-anak, remaja, pemuda, dan orang tua masing-masing bisa merasakan indahnya persahabatan dalam hidup mereka. Berbicara tentang tema persahabatan bukanlah hal yang baru dalam sejarah umat manusia.
Banyak cerita menggambarkan tentang persahabatan abadi manusia. Banyak cara mendapatkan teman, tapi sangat sulit mendapatkan sahabat. Aristoteles bilang, sahabat adalah satu jiwa yang tinggal di dua tubuh. Untuk menemukannya, butuh tahapan mendalam serta waktu yang lama. Kini filosofi kuno itu terbukti ada benarnya. Kita butuh waktu sekitar 50 jam untuk mengubah kenalan menjadi teman. Perlu 80-100 jam agar teman biasa bisa jadi teman baik, dan 200 jam atau lebih untuk membangun persahabatan.
Menjalin persahabatan berarti menghabiskan waktu untuk melakukan percakapan dua arah, bercanda, bermain bersama, dan sejenisnya. Semua jenis episode komunikasi ini berkontribusi pada pengembangan persahabatan yang lebih cepat. Akan tetapi tidak termasuk jam yang dihabiskan untuk bekerja bersama di kantor, atau sekadar mengobrol ringan saat kita kebetulan berada di dekat seseorang. Sebab, waktu bersama tidak secara otomatis membuat dua orang berteman. Banyak orang dewasa menghabiskan ratusan jam bersama rekan kerja tetapi masih menyebut orang-orang itu kenalan.
Kita harus meluangkan waktu. Anda tidak bisa sekadar membalik tangan dan mendapatkan teman. Mempertahankan hubungan dekat adalah pekerjaan terpenting yang kita lakukan dalam hidup.
Sahabat kadang menjadi lebih dekat daripada saudara, oleh karena itu berbahagialah dengan hubungan persahabatan yang kita miliki. Keterbukaan, ungkapan syukur, dan saling menerima adalah bahasa kultural yang bisa kita ungkapakan mengenai persahabatan. Oleh katena itu, nikmati setiap waktu bersama sahabat kita.



Minggu, 17 Maret 2019

Kepercayaan Eksperiensial

Logika Dalam Iman.
Faith is a knowledge within the heart, beyond the reach of proof.
Khalil Gibran

pexel.com

Eksperiensial biasanya dipakai dalam dunia pendidikan. Pembelajaran experiential mengacu pada beberapa definisi yaitu 
(1) keterlibatan peserta didik dalam kegiatan konkrit yang membuat mereka mampu untuk “mengalami” apa yang sedang mereka pelajari.
(2) kesempatan untuk merefleksikan kegiatan tersebut.
 Pembelajaran eksperiensial bisa didasarkan atas baik pengalaman kerja/hidup yang sebenarnya dan pengalaman yang terstruktur yang mensimulasikan atau mendekati pengalaman kerja/hidup yang sebenarnya 
Experiential learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus-menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri.  Dalam teorinya, Kolb dalam Baharudin dan Wahyuni mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman (experience).
Selain itu, aktivitas eksperiensial bisa digunakan untuk pembelajaran yang bersifat kognitif (memahami informasi atau konsep), behavioral (mengembangkan keterampilan) dan afektif (meniti keyakinan). Misalnya salah satu cara yang gemilang untuk membantu pesarta memahami sebuah proses yang bersifat amat teknis adalah dengan “benar-benar melakukannya.” Kadang-kadang sejelas apapun penjelasan atau sedeskriptif apapun alat bantu visualnya, sebagian prosedur tertentu tidak bisa dipahami, karena itu untuk membantu menerangkan materi bisa dilakukan dengan cara salah satu peserta mempraktikkannya. 
Experiential learning itu sendiri berisi 3 aspek yaitu: Pengetahuan (konsep, fakta, informasi), Aktivitas (penerapan dalam kegiatan) dan Refleksi  (analisis dampak kegiatan terhadap perkembangan individu). Ketiganya merupakan kontribusi penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran.
Bagaimana menerapkan itu semua dalam iman kepercayaan kita? Kadang kita tidak mau tahu dan terlibat lebih jauh untuk mengerti apa yang kita percayai. Intinya adalah kita mrlakukan iman tertutupi oleh rutinitas. Hal itu yang membuat iman kita terasa hampa. Bukankah kita harus tahu dan mengalami secara langsung iman kita, baru bisa merasakannya menjadi pengalaman. 
Pengalaman menjadikan iman kita menjadi lebih kuat. Bukan hanya karena pencobaan atau penderitaan, tetapi bahkan dalam kesalehan. Justru dalam kesalehan, kita kadang merasa bahwa iman akan selalu mengalahkan logika. Kita seolah-oleh justru memamerkan kerohanian saat kita tidak berpikir dengan logika. 
Hendaknya kepercayaan kita menjadi lebih kuat lagi melalui eksperiansial. Dengan begitu kita bukan melogikakan iman atau sebaliknya, tetapi mencari pengetahuan agar iman kita semakin bertumbuh dan menjadi refleksi dalam kehidupan ini. 
Selamat berproses. 

pexel.com

Kamis, 14 Maret 2019

Transformasi Dialog:

Setara dan Menyuburkan.

Discussion is impossible with someone who claims not to seek the truth, but already to possess it.
Romain Rolland


pexel.com

Sebagai mahluk sosial, setiap manusia membutuhkan sesamanya. Manusia kemudian melakukan berbagai cara agar hubungannya dengan sesamanya lebih baik lagi. Hal itu membawa konseskuensi bagi kita untuk hidup secara sosial dengan baik. 
Salah satu caranya adalah melakukan komunikasi yang baik dengan orang lain. Komunikasi dibutuhkan agar orang lain mengerti maksud yang kita maksudkan. Dan hal itu membuat manusia membutuhkan simbol atau bahasa untuk berkomunikasi. Seturut perkembangan jaman, manusia mulai menemukan salah satu cara agar simbol atau bahasa itu menjadi bahasa universal. Bisa dikatakan sebagai sebuah dialog.
Dialog yang dilakukan bisa antara dua orang atau dengan beberapa orang. Dalam dialog itu, kita sering menggunakan latar belakang atau pengetahuan yang kita miliki. Seringkali hal itu menjadi batu sandungan agar orang mau menerima hasil dari dialog itu karena dialog sudah di seting sedemikian rupa dengan aturan main dan apa yang harus dibahas. 
Dialog jangan sampai menjebak orang agar menyetejui apa yang kita pikirkan. Dialog harus bisa seimbang dan posisinya setara. Bagaimanakaha caranya? Kita bisa melakukan:
1. Membuat aturan main yang seimbang saat melakukan dialog. 
2. Meninggalkan pengetahuan yang kita miliki. 
3. Meninggalkan segala prasangka yang terjadi. 
4. Dialog harus bisa memperkaya dan mentransformasi. 
5. Meninggalkan atribut yang kita miliki. 
Bila kita bisa melakukan itu semuanya, maka dialog akan menjadi dialog yang setara dan memperkaya pengetahuan yang kita miliki. Hal itu akan mengubah kita menjadi lebih baik lagi, serta menyuburkan hubungan kita dengan sesama.

pexel.com

Senin, 11 Maret 2019

Kesetiaan

Wujud ungkapan syukur kepada Tuhan dan tanggung jawab kepada sesama.


I believe if you keep your faith, you keep your trust, you keep the right attitude, if you're grateful, you'll see God open up new doors.
Joel Osteen


pexel.com

Menurut KBBI, setia berarti  berpegang teguh. Bila diberi awalan ke dan akhiran -an, kesetiaan, berarti ketetapan hati atau memegang teguh. Kadang arti kata ini menjadi bias dan dianggap bahwa kesetiaan adalah hal yang super. Kesetiaan seolah-olah menjadi hal yang berat dilakukan. 
Terlebih dalam dunia saat ini. Di mana manusia menghadapi tantangan yang cukup merepotkan, yaitu medi sosial. Apakah kesetiaan cukup dalam dunia nyata saja, atau hatua dilakukan di media online? 
Kita tentu tahu bagaimana pengaruh media sosial dalam kehidupan. Tidak hanya berhasil mendekatkan yang jauh, tapi juga keterbukaan menjadi semakin lebar. Tak jarang kita temui kasus-kasus penyelewengan justru berawal dari media sosial. Tentu kita tidak bisa men-generaisasi-kan, karena itu tergantung pribadi masing-masing orang. Jadi bagaimana kita bisa menjaga kesetiaan?
Dalam kesetiaan dibutuhkan consistency, atau sikap hidup yang konsisten. Hal itu bisa kita dapatkan bila kita berlatih dari hal-hal yang kecil dulu. Terlebih bila kita ingin setia lepada hal besar, godaannya akan semakin beaar pula. Kita hendaknya konsisten dalam setiap hal yang diberikan kepada kita. Tuhan tentu sudah memgatur porsi yang kuta terima, oleh karena itu hendaknya kita mengerjakannya dengan sepenuh hati dan penuh rasa tanggung jawab. Bila kita hendak terjatuh, kita harua ingat dan berpegang teguh kepada Tuhan. 
Kedua, dalam kesetiaan dibutuhkan persisten, atau ketetapan sampai akhir. Tuhan tidak ingin kita setengah-setengah dalam menjalankan tugas tanggung jawab kita. Bukankah dalam hal apapun kita sering dituntut untuk mengerjakannya sampai tuntas? Jangan pwrnah berhenti di yengah jalan. Ada begitu banyak cerita tentang ketaatan orang dalam pekerjaannya sampai akhir, tapi tak sedikit pula yang menyerah sebelum selesai. Hendaknya kita berpegang teguh dan yakin akan pertolongan Tuhan dalam mengwrjakan segala sesuatu. 
Bahkan dalam pencobaan yang mungkin harus kita lalui. Kita wajib konsisten dan persisten agar keaetiaan kita semakin bertumbuh dan tidak terjatuh dalam hal-hal yang bisa menjerumuskan. Jangan sampai jatuh dalam ketidak setiaan, karena bila sudah menyangkut kepercayaan, akan sangat sulit untuk memperbaikinya. Belajar dari kesalahan boleh, tetapi jangan sampai larut dalam perasaan salah terus. Hendaknya kita melihat realita bahwa kesetiaan membutuhkan tanggung jawab yang besar. Sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan dan melayani sesama.

pexel.com

Kamis, 07 Maret 2019

Dekonstruksi Debu:

Hukum atau Keteladanan?

Agama, sebaliknya tidak mengklaim untuk jadi petunjuk praktis pengubah dunia. Semangat agama yang paling dasar menimbang hidup sebagai yang masih terdiri dari misteri, memang ada orang agama yang seperti kaum Marxis, menyombong bahwa “segala hal sudah ada jawabnya pada kami”; tapi pernyataan itu menantang makna doa—dan mematikan ruh religius itu sendiri. Sebab dalam doa, kita tahu, kita hanya debu
Goenawan Mohamad


pexel.com

Di dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia, tentu tidak dapat dipisahkan dari hubungan manusia dengan Tuhan. Ritual keagamaan menjadi simbolya. Tidak jarang, demi mengatur hidup bersama orang lain, ada hukum-hukum di dalam setiap agama yang mengatur kebaikan manusia. Hukum agama bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan tentu saja itu mencerminkan kesalehan setiap pemeluk agama. 
Namun sayang, kesalehan ini seringkali hanya bergerak pada pemenuhan hukum-hukum agama. Ketaatan pada aturan-aturan dianggap sebagai sebuah ‘kewajiban’, yang kadang tak lagi bernilai. Atribut-atribut hanya sebagai simbol tanpa pesan mendalam. Lebih mengherankan, ketaatan hukum inilah yang sering membuat perpecahan terjadi. Betapa tidak? Karena ingin taat hukum, seseorang merasa harus mengetahui, mana yang benar dan mana yang salah. Tidak peduli baik atau jahat, yang penting benar atau salah. Hal itu dilakukan untuk menghindari siksa neraka. Asumsinya, ketika mengerjakan kebenaran semata, tak peduli baik atau tidak, maka tiket menuju sorga telah dipegangnya. Akhirnya, pemahaman ‘hitam putih’ ini mendorong orang untuk membangun sekat antara dirinya dengan orang lain, terkhusus mereka yang tidak sejalan dengan persetujuannya pada satu aturan agama tertentu. Sehingga tidak jarang, manusia berlomba-lomba untuk menunjukkan kesalehannya. 
Agar tidak menjadi ajang perlombaan kesalehan, hendaknya kita melakukannya secara “tersembunyi.” Yang penting adalah menjadi teladan, bukan untuk dilihat orang. Mungkin di permukaan keduanya tampak mirip, namun sangat berbeda pada motivasinya. Dengan demikian keteladanan adalah kunci pertobatan. Dengan mengarah pada keteladanan hidup seseorang menunjukkan dirinya menjadi berkat bagi sesama. Kesalehan pada keteladanan bukanlah tindakan arogan dan terarah pada diri sendiri saja, tetapi terarah pada Tuhan dan sesama. Kesalehan bukan diperdebatkan tetapi dirasakan dampaknya bersama. Kesalehan tidak memecah belah, tetapi terangkai dalam harmoni kebaikan untuk kebaikan dengan sesama.
Hakikat kesalehan adalah kesediaan manusia untuk merasa tak berdaya di hadapan Tuhan, merasa setara dengan sesama, dan merasakan kebaikan Tuhan yang menyelamatkan. Kesalehan bukan syarat kita masuk sorga, melainkan ungkapan syukur karena Allah berkenan menyelamatkan kita. Manusia adalah abu, kita juga akan kembali menjadi debu. Oleh karena itu kita hendaknya sadar akan ketidak berdayaan diri, sehingga kita membutuhkan pertolongan Tuhan dalam setiap hal. Tuhan telah menyelamatkan, kita wajib memberikan rasa syukur dengan sepenuh hati. Rasa syukur sebagai umat yang diselamatkan terwujud melalui tindakan membangun kehidupan di dunia yang sama, bersama dengan orang lain.
Kesalehan bukan untuk memusuhi orang lain, tetapi sebagai debu, kita hendaknya menjadikan kesalehan itu sebagai sarana untuk mempererat hubungan kita dengan sesama.

pexel.com

Senin, 04 Maret 2019

Transfigurasi Mendengarkan

Peka terhadap suara Tuhan dalam keseharian.

Our failure to hear God voice when we want to is due to the fact that we do not in general want to hear it, that we want it only when we think we need it.
Dallas Willard

Dalam hidup, kita akan menemui hal-hal yang menempa diri. Seperti halnya kebiasaan yang membuat kita lebih peka karena menghidupinya. Kebiasaan yang ada atau yang kita lakukan setiap hari akan membentuk karakter. Oleh karenanya akan membuat seluruh aktivitas ataupun perbuatan kita menjadi peka dengan hal-hal yang terjadi di sekitar. Alam turut bekerja dalam pembiasaan hidup. Alam turut menempa manusia. Alam bahkan mempunyai andil yang sangat besar dalam setiap nafas kehidupan manusia. 
Bila kita terbiasa hidup di alam pedesaan, tentulah kita akan nyaman dengan udara yang segar. Kita akan merasa aman dalam buaian kebersihan. Terlebih kita akan peka terhadap suara yang ada di sekitar. Kita akan faimilar dengan suara burung, suara jangkrik, bahkan suara gemericik air. Walaupun itu semua seolah berbisik saja. 
Lain halnya bula kita hidup di kota. Kita akan terbiasa dengan dentuman kebisingan. Kita akan merasa biasa saja mendengar deru udara panas akibat industri. Udara yang pekat seolah menjadi makanan sehari-hari. Suara burung besi, suara jangkrik bermotor, ataupun suara gemericik limbah telah mengisi setiap sendi hidup kita. 
Perbedaan itulah yang akan membentuk karakter manusia. Saat orang dari pedesaan datang ke kota, pasti akan takjub dengan hal-hal yang baru ditemuinya. Tetapi kepekaan mendengar suara alam tidak akan hilang. Bunyi burung di tengah hiruk pikuk suasana perkotaan akan tetap terdengar. Demikian juga bila orang dari kota datang ke pedesaan. Suasana sunyi akan membuat mereka takjub. Tetapi bunyi deru meain yang meraung nun jauh di sana tetap bisa mereka dengar. Kedua cobtoh tadi menandakan bahwa kita akan menjadi peka dengan apa yang ada di sekitar melalui pendengaran. 
Kuta terkadang tidak sadar bagaimana menjalani hidup oleh karena telah terbiasa dengan apa yang kita dengarkan. Hal itu yang akan membentuk karakter kita.
Bila kita mau memakai kepekaan pendengaran kita untuk mendengar suara Tuhan, tentulah hidup akan semakin bermakna. Tetapi bagaimanakah suara Tuhan itu? Tidak ada manusia yang bisa mendeskripsikannya. Sadarilah bahwa Tuhan telah memberikan perintah atau berkata kepada manusia melalui firmanNya dalam kitab suci. Oleh karena itu, bila kita mau mendengar suara Tuhan, kita hendaknya membaca kitab suci itu. Tentu saja harus dibaca setiap hari sebagai pedoman hidup kita. Karena pembiasaan mendengar suara Tuhan melaui firmanNya dalam kitab suci akan membuat transfigurasi yang nyata dalam hidup kita. 
Transfigurasi kepada kehidupan yang lebih layak, karena kepekaan kita akan suara Tuhan. Tentu hal itu membutuhkan pembiasaan yang terus menerus. Tetapi hal itu akan sangat membuat kita mendapatkan pedoman dalam hidup. Tidak perlu mencari, hanya membiasakan diri. Bukan perkara mudah, tetapi mungkin sulit dilakukan. Karena kita lebih suka bila Tuhan mendengarkan kita, bukan kita yang mencoba mendengarkan Tuhan. Keegoisan kita yang meminta legitimasi Tuhan lebih menonjol daripada kerendahan hati untuk diam mendengarkan. 
Hendaknya kita belajar untuk membiasakan diri mendengarkan suara Tuhan dalam kehidupan, agar kita dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik. Bukan membiasakan diri untuk meminta Tuhan mendengarkan kita. 

Taat Melakukan Kehendak Bapa (Matius 7:21-29) Kota Surabaya baru-baru ini dilabeli warna hitam dalam peta sebaran covid-19 di Jawa Timur....