Kamis, 14 Februari 2019

Paradoksal Cinta

Sebuah permainan atau keniscayaan hidup?

Jatuh cinta berjuta rasanya,
Biar siang biar malam terbayang wajahnya.
Jatuh cinta berjuta indahnya,
Biar hitam biar putih manislah nampaknya.
Dia jauh aku cemas tapi hati rindu,
Dia dekat aku senang tapi salah tingkah,
Dia aktif aku pura-pura jual mahal,
Dia diam aku cari perhatian oh repotnya.
Jatuh cinta berjuta indahnya,
Dipandang dibelai amboi rasanya.
Jatuh cinta berjuta nikmatnya,
Menangis tertawa karena jatuh cinta.
Oh asyiknya.
Titiek Puspa. 

pexel.com

Happy valentine. Walau bukan budaya Indonesia, tapi kisah valentine sudah menjadi bumbu yang sangat dahsyat bagi umat manusia dimanapun berada. Manusia menjadi seakan-akan lebih berbunga-bunga saat merayakan valentine yang identik dengan bulan penuh cinta. Orang bilang cinta itu buta. Apapun akan menjadi indah saat kita jatuh cinta, seperti petikan lagu jatuh cinta dari Titiek Puspa. Tidak akan merasakan duka saat cinta melanda hanya tertawa bahagia. Tetapi apakah kita sadar, ternyata hampir semua cerita cinta tidak seindah perumpamaannya. 
Mulai dari (lagi-lagi) Romeo dan Juliet atau mungkin Dilan. Kita belajar bahwa di dalam hubungan percintaan tidak melulu mendapatkan yang indah-indah saja. Banyak hal yang bisa dan harus dilakukan dalam menggapai cinta. Bukan perkara mudah untuk mencintai. Banyak hal-hal merepotkan yang harus dihadapi. Mungkin sebagian dari kita akan menganggap bahwa masa pendekatan kepada pasangan akan lebih nikmat daripada ketika mendapatkannya. Tapi apakah cinta hanya sebatas kepada pasangan kita? 
Dalam hidup, kita seharusnya selalu merasa dicintai. Bahkan dari sejak kita lahir sampai kapanpun, kita akan mengenal cinta bagaimanapun bentuknya. Manusia sering mengklasifikasikan bentuk-bentuk cinta. Ada cinta dari orang tua, cinta dari pasangan, atau cinta kepada Tuhan. Tetapi apakah kita tau bahwa bentuk cinta itu dipengruhi oleh pengalaman kita? 
Seperti valentine, kita mengekpresikan cinta dengan memberikan sesuatu sebagi bentuk nyata dari perasaan cinta kita. Walau terkadang kita lupa bahwa “kasih” merupakan bentuk dari cinta juga. Dan ini sangat dimanfaatkan oleh produsen-produsen khusus agar mendapatkan keuntungan melalui valentine. Bulan penuh cinga selalu identik dengan coklat, tanpa mengingat bahwa setiap hari adalah hari penuh cinta kasih. Jadi apakah seharusnya kita memberikan sesuatu setiap hari sebagai bentuk cinta kasih kita? 
Bentuk cinta yang berbeda dari “pengalaman” yang sudah terbiasa didapatkan oleh kebanyakan orang akan menjadi aneh. Bagi kebanyakan orang, cinta harus diekpresikan dengan tepat. Tanpa mengingat bahwa di dalam duka sebenarnya kita bisa merasakan cinta.
Sebagai budak-budak cupid, kita seharusnya berbagi kebahagiaan dalam suasana apapun. Cinta menjadi penguatan bagi orang-orang yang membutuhkan kita. Tentu dalam hal positif. Cinta tidak melulu harus memberikan barang, tetapi perhatian kadang lebih bermakna dari semuanya.
Paradoksal cinta bukan untuk menjadi berbeda, tapi justru sebagai pengingat bahwa setiap manusia butuh mencintai dan dicintai. Cinta sebagai ekspresi paling intim yang bisa kita salurkan dalam berbagai frasa dan tindakan. Secuil kalimat yang tulus akan lebih terasa hangat daripada sebuh buku tanpa makna. Sentuhan lembut akan terasa lebih nyaman daripada pelukan dalam nafsu (yang sering dianggap ekspresi cinta tertinggi) 
Marilah kita tidak tenggelam di dalam cinta yang hanya menjadi riak keruh dalam dunia, tapi kita menjadi ombak yang membawa buih-buih kebahagiaan cinta di dalam kasih. Nyatalah bahwa cinta tidak hanya diam saat sesama membutuhkannya. 

pexel.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Taat Melakukan Kehendak Bapa (Matius 7:21-29) Kota Surabaya baru-baru ini dilabeli warna hitam dalam peta sebaran covid-19 di Jawa Timur....